Siapa saja yang menelaah tulisan para penulis Barat, khususnya sastrawan, niscaya akan menemukan kegelisahan yang luar biasa melalui goresan-goresan pena mereka yang menggambarkan kepedihan dan keputusasaan. Keputus-asaan, kegelisahan, kepedihan, stress, kebosanan, kebrutalan, kerusakan dan tragedi kesengsaraan. Semua ungkapan itu pasti selalu ditemukan pada setiap lembar tulisan mereka.
Mari kita coba melihat tulisan seorang novelis Perancis, “Camie” dalam novelnya yang berjudul “Laki-laki Brutal, Salah Paham, dan Saat Dikepung”. Diantara perkataannya adalah, “Kita harus beriman kepada apa saja di dunia ini, kecuali khamr”, dan diantara teriakannya lagi, “Kematian untuk dunia, hancurkan semuanya. Kita harus menghapuskan segalanya, menghapus injil…”
Seorang bangsa Amerika bernama “Arthur Meallaer” dalam lakonnya “After Fall” mengatakan, “Kebanayakan tempat di negeriku bersih dari berbagai penyakit dan negeri itu merupakan tempat berobat bagi para penderita sakit jiwa. Kebersihan yang sempurna adalah penyakit gila”. Atau contoh lain seperti “Salakrau” seorang penulis Perancis pernah berkata, “Tuhan-tuhan tidak ada kerjanya, kecuali mempermainkan bangkai-bangkai manusia”.
Yunescoe, seorang bangsa Perancis dalam bukunya yang berjudul “Pembunuh Tanpa Dibayar berkata, “Fakta hari ini merupakan igauan yang menyakitkan dan tidak dapat dipikul”. Jika teman-teman ingin melihat hal-hal depresi yang serupa bisa dilihat karya-karya John Paul Sartre dan Friedrich Nietzsche yang sangat kental akan nihilisme.
Abdullah Azzam mengkritiknya dengan mengatakan, “Kematian merupakan problem besar dalam pandangan para penulis Barat, maka kematian itu menimbulkan ketakutan, karena ia adalah suatu fakta yang sangat buruk dan tidak dapat dihindari. Bahkan kematian membuat semua kehidupan yang sudah dilalui menjadi sia-sia dan tidak berguna.” Sebagaimana ucapan Shamuel Peck dalam bukunya “Hari-hari Bahagia” ia berkata, “oleh karena itu kesia-siaan, kepedihan dan kegelisahan menjadi tema sentral kehidupan Barat”. Sementara filsuf Jerman Martin Heidegger berpendapat, “bahwa kehidupan yang sebenarnya terletak dalam keputus-asaan”. Adapun Sartre melihat kehidupan yang sebenarnya terletak di balik keputus-asaan itu sendiri. Bahkan dia berkata, “Manusia gelisah (keluh kesah) dalam ketulusannya”.
Begitupun Nietzsche, filsuf Jerman, melihat bahwa manusia itu terletak diantara kepasrahan dan pembangkangan. Karena itu keberadaannya adalah kehancuran dan negatif. “Manusia adalah suatu alam yang tidak logis dan tidak akan menemui jalan untuk lepas kecuali dengan gila yang akan membebaskannya dari bencana modern”. Dia melihat bahwa putus asa dan gelisah adalah syarat mutlak bagi fitrah atau kemuliaan manusia.
Kierkegard, pakar filsafah materialis, berkata, “Makna keberadaan kita adalah kita pasti menderita, putus asa dan gelisah. Siapa yang memilih putus asa berarti ia memilih dirinya dalam nilai yang abadi, karena itu kita dapatkan dia berkali-kali berusaha bunuh diri dan kesadarannya selalu muncul dalam bentuk keluh-kesah, dan putus asa merupakan batas yang membongkar semua rahasianya. Duka cita yang mematikan menyertai Kierkegaard sampai mati. Diantara judul bukunya adalah, “Ketakutan dan Awan Bergemuruh dan Putus Asa” atau “Sakit Sampai Mati”.
Inilah beberapa karakteristik yang menggambarkan dunia masa kini, dimana nampak jelas dalam tulisan para pemikir dan sastrawan. Kekacauan yang mencekik dunia, memporakporandakan tatanan yang ada dan berusaha menghancurkan sisa-sisa nilai Barat yang sangat rentan. Manusia, hari ini, menyaksikan kekacauan masa kini yang memusnahkan kemanusiaan dan menghancurkan eksistensinya. Peralatan canggih telah merubah manusia menjadi alat yang menghapus eksperimen spritual dan hati, serta menjadi sekelompok manusia bisu yang menghancurkan semua cita-cita mulia dengan egoisme, keberhasilan dan penemuan. Dan akhirnya, terjadilah kepincangan antara material dan spiritual.
Kebisuan dunia Barat tidak mampu menjawab teriakan dunia, sedangkan dunia hari ini dikendalikan oleh sistem-sistem ciptaan manusia yang mandul dan sesat. Baik dalam bidang politik, sosial maupun militer. Disamping itu dunia hari ini diteror oleh kehancuran, peperangan dan bom nuklir. Sementara ajaran Machiavelli mengajarkan untuk mengorbankan semua moral dan nilai demi mencapai tujuan. Ucapan Bersborn, seniman Inggris, dalam sebuah sandiwaranya yang berjudul “Al-Musafir” merupakan ungkapan terbaik dalam mengekspresikan kondisi manusia Barat hari ini; “Kami adalah bangkai yang menderita dan telantar, kami adalah pemabuk dan gila, kami bodoh dan tidak berguna”.
Dapat kita simpulkan, bahwa kesemua ini akibat dari :
Referensi :
– Abdullah Yusuf Azzam, Islam dan Masa Depan Umat Manusia, (Bayan Press)
– Abdullah Yusuf Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, (Solo, Indonesia: Jazêra 2015)
By : Rulian Haryadi
By : Rulian Haryadi
By : Rulian Haryadi
By : Rulian Haryadi
By : Rulian Haryadi
By : Rulian Haryadi